Sunday, November 6, 2011
Company Profil PT. BAMR
Coal Mining, Stockpile & Trading.
Head Office :
Apart Puri Garden, Jl.Raya Kembangan, Lt 9 unit : 09,
Kembangan Selatan, Jakarta Barat 11610
Tel : +6221 58353591 Fax : +6221 58355866
Email : batuanugrah@yahoo.com
Website : www.batuanugrah.blogspot.com
Branch Office :
Jl Puyau I no 1, Sungai Besar Banjar Baru, Kalimantan Selatan 70714
Tel : +62511-4780563 Fax : +62511-4780563
Mining :
Desa Pulau Pinang Ness 11 (Km 92), Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin,
Kalimantan Selatan
ABOUT US
Batu Anugrah Mineral Resources telah berdiri sejak tahun 2005 dengan mengawali kegiatan usahanya di bidang perdagangan umum, dengan nama perseroan saat itu sebelum mengalami perubahan yaitu Batu Raja Mandiri. Setelah beberapa kali mengalami pasang-surut usaha dibidang perdagangan, sejak tahun 2009 secara perlahan tapi penuh rasa percaya diri, perseroan mulai menemukan bentuk dalam menjalankan bidang usahanya dan lebih mengkonsentrasikan diri pada perdagangan hasil potensi sumber daya alam dari penambangan batu-bara dan pengembangan di bidang kontraktor pertambangan
Batu Bara Merupakan Sumber Daya Alam yang sangat berguna bagi kepentingan energy dunia
Batu Anugrah Mineral Resources Key Personal dalam Top Management memiliki integritas tinggi baik dari segi pengalaman maupun dalam setiap pemetaan rencana pengembangan usaha perseroan, hal ini ditandai sejak perseroan melakukan perubahan yang sangat tepat untuk hanya berkonsentrasi di bidang perdagangan batu bara, dari segala lini, baik dari aspek pengembangan pasar, membangun jaringan dengan para pembeli / pemakai serta dengan perusahaan-perusahaan tambang batubara
CORPORATE ORGANIZATION STRUCTURE
UNIQUE MODEL
BAMR akan menempatkan diri menjadi salah satu perusahaan perdagangan terkemuka dengan terus membangun Aliansi kerjasama dengan para buyer maupun user dan perusahaan tambang batubara dengan pihak asing maupun domestic.
BAMR tetap terus berpartisipasi dalam segi keuangan dengan pihak terkait, dan mengharapkan dapat bermitra dengan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, seperti ; Perbankan, Securitas, maupun Investment Company dan Affiliasinya.
BAMR menanamkan pondasi management yang kuat, dengan menganut sistem terbuka ( open management ) kepada seluruh pelaksana executive management, agar saling memiliki komitment dan kepercayaan untuk pengembangan usaha dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
BAMR menjalankan kegiatan usaha komersial perusahaan yang berbeda, dengan motto, mari memanfaatkan kekayaan alam ini dari pemberian TUHAN dengan sebaik-baiknya, untuk kesejahteraan kita semua, dengan menggabungkan aspek komersial dan aspek sosial kemasyarakatan dari setiap benefit yang didapat, demi kelangsungan usaha dan perusahaan dalam jangka panjang.
Strategic Partners.Untuk pengembangan yang cepat, tepat, berkualitas dengan biaya terjangkau, dalam setiap aktivitas perdangan, maka TOP Management akan segera melakukan kerjasama strategy dengan memilih bank terkemuka (Prime Bank), National maupun Asing agar dapat menyokong kegiatan pengembangan usaha.
OUR PARTNERS
PT. Kencana Makmur Mandiri - PT. DNR International - PT. Mutiara Citra Nusantara - PT. Sari Niaga Mandiri - PT. Tambang Batu Bara Lumpo - PT. Resources Celebes international - PT. Rajawali Artha - PT.Prima Multi Artha - PT.Asia Pacific Coalindo - PT.Grha Sumber Artha - PT. Bergerak Maju Makmur - CV. Bumi Sakti Prakarsa Mandiri - Shandong Longsheng Import Export CO LTD - Huadong Trading CO LTD - Visa Comtrade Limited - Tianjing Ruifi Energy Trading CO. LTD - Total Energy Resources HONGKONG - China Coal Lianyungang IMP - PT. Baracan Coal international - PT. Maxima Citra Nusantara - PT. Bungo Prima Coal - PT. Buana Energy Nusantara.
CORPORATE LEGAL PERMIT
Akta Pendirian Perseroan, dari Notaris & PPAT Hj.Rr.Windrati nur Asmoro Edy, SH
No 4, Tanggal 08 Juni 2005 SK Kehakiman No : C-26455 HT.01.01.TH.2005
Akta Perubahan dalam Pernyataan Keputusan Rapat Pemegang Saham dari Notaris Musa Muamarta, SH No 21, Tanggal 29 juli 2009 SK Kehakiman No : AHU-09475.AH.01.02. Tahun 2009
TDP (Tanda Daftar Perusahaan) IUP Produksi No : 188.45/109/KUM/2009
No : 09.05.1.51.56442 No Kontrak : C02/SPK/ABM-BAMR/11/2011
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
No : 02.144.843.6-032.000
SIUP Menengah (Surat Izin Usaha Perdagangan)
No : 02738/1.824.271
Surat Keterangan Domiisili Perusahaan
No : 40/1.824.511/2009
PT.Batu Anugrah Mineral Resources PT.Batu Anugrah Mineral ResourcesBAMR
COAL LICENSE TRADING No : 789/PERINDAG/PTBB/VI/2010
DISPERINDAG KALIMANTAN SELATAN
Gambaran Umum Aktivitas Perdagangan Batubara
di Mulai Kegiatan Hauling Batu dari Rom Stockpile Sampai ke Pengapalan
CONTACT US
Contact Person :
MARIA : +6281385340288 or +6287868888891
DEWI : +628122213419
Apartmen Puri Garden Jl. Raya Kembangan Lantai 9 Unit 09
Kembangan Selatan Jakarta Barat 11610
Phone : +6221 566-1888
Fax : +6221 566-7767
Email : batuanugrah@yahoo.com
Website : www.batuanugrah.blogspot.com
MINING
Mine Consession : KP. CV. KARYATI
No Of Land IUP : 188.45/109/KUM/2009 (27 Juni 2009 )
GCV Range : 5500 Kcal/Kg 5300 Kcal / Kg
Location : Desa Pulau Pinang Ness 11 (km 92),
Kec Binuang, Kab. Tapin, Kalimantan Selatan
Struktur Organisasi Tambang
EQUIPMENT STOCKPILE
List Main Equipment :
3 Unit PC-300-8 ,merk: Komatsu (Manufacture year 2010-2011)
1 Unit PC-200, merk: Komatsu (Manufacture year 2010)
1 Unit Dozer D-85E-SS ,merk : Komatsu (Manufacture year 2011)
1 Unit Dozer D-68 ,merk : Komatsu (Manufacture year 2008)
8 Unit Dump Truck Tronton 25 MT merk:Hino (Manufacture year 2011)
3 Unit Dump Truck Tronton 25 MT merk;Hino (Manufacture year 2008)
Proses Hauling - Stockpile
PT. Batu Anugrah Mineral Resources Equipment - Stockpile
Monday, October 3, 2011
Mengenal Batubara (Oleh Imam Budi Raharjo)
Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batu bara untuk mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada tahun 400 SM.
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor ・faktor berikut ini:
Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.
Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi primer.
Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu. Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai alternatif sumber energi primer, disamping faktor ・faktor berikut ini:
- Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas.
Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. Dengan asumsi tingkat produksi pada tahun 2004 yaitu sekitar 4.63 milyar ton per tahun untuk produksi batubara keras (hard coal) dan 879 juta ton per tahun untuk batubara muda (brown coal), maka cadangan batubara diperkirakan dapat bertahan hingga 164 tahun. Sebaliknya, dengan tingkat produksi pada saat ini, minyak diperkirakan akan habis dalam waktu 41 tahun, sedangkan gas adalah 67 tahun. Disamping itu, sebaran cadangannya pun terbatas, dimana 68% cadangan minyak dan 67% cadangan gas dunia terkonsentrasi di Timur Tengah dan Rusia.
- Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara.
Berdasarkan data dari BP Statistical Review of Energy 2004, pada tahun 2003, 8 besar negara ・negara dengan cadangan batubara terbanyak adalah Amerika Serikat, Rusia, China, India, Australia, Jerman, Afrika Selatan, dan
Ukraina.
Ukraina.
- Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil.
- Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas.
- Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan.
- Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara.
- Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal.
- Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan.
- Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan.
Melihat pemaparan di atas, dapat dimengerti bahwa peranan batubara dalam penyediaan kebutuhan energi sangatlah penting. Disini penulis tidak akan membahas lebih jauh tentang hal tersebut, tapi akan mengenalkan tentang batubara dan parameter umum yang menjadi penilaian kualitas batubara.
Pembentukan BatubaraBatubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara
(Sumber: Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)
(Sumber: Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)
Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.
Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based)
(Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)
(Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)
Data-data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Hubungan Tingkat
Pembatubaraan - Kadar Unsur Utama
Klasifikasi batubara
berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya menjadi indikator umum untuk
menentukan tujuan penggunaannya. Misalnya, batubara ketel uap atau batubara
termal atau yang disebut steam coal, banyak digunakan untuk bahan bakar
pembangkit listrik, pembakaran umum seperti pada industri bata atau genteng,
dan industri semen, sedangkan batubara metalurgi (metallurgical coal
atau coking coal) digunakan untuk keperluan industri besi dan baja serta
industri kimia. Kedua jenis batubara tadi termasuk dalam batubara bituminus.
Adapun batubara antrasit digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses
pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan untuk pembuatan
briket tanpa asap.
Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal
ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan
batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan
digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan
lama.
Secara umum, parameter kualitas batubara yang sering digunakan adalah kalori,
kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur,
ukuran, dan tingkat ketergerusan, di samping parameter lain seperti analisis
unsur yang terdapat dalam abu (SiO2, Al2O3, P2O5,
Fe2O3, dll), analisis komposisi sulfur (pyritic
sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash fusion
temperature).
Mengambil contoh pembangkit listrik tenaga uap batubara (Gambar 1),
pengaruh-pengaruh parameter di atas terhadap peralatan pembangkitan listrik
adalah sebagai berikut:
1. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan cal/gr atau kcal/kg)
CV sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulveriser/mill, pipa
batubara, dan windbox, serta burner. Semakin tinggi CV maka
aliran batubara setiap jam-nya semakin rendah sehingga kecepatan coal feeder
harus disesuaikan.
Untuk batubara dengan kadar kelembaban dan tingkat ketergerusan yang sama, maka
dengan CV yang tinggi menyebabkan pulveriser akan beroperasi di bawah
kapasitas normalnya (menurut desain), atau dengan kata lain operating ratio-nya
menjadi lebih rendah.
Gambar 1.
Pembangkit listrik tenaga uap batubara
(sumber: The coal resource, 2004)
2. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent
moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture
(TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara
berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk
mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output
pulveriser.
3. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Penilaian
tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed
carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel
ratio).
Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara
yang tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya
lebih dari 1.2, maka pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan
kecepatan pembakaran menurun.
4. Kadar abu (Ash content, satuan persen)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan
daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya
mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu,
secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan
korosi peralatan yang dilalui.
5. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar
air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini semakin
bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan jumlah zat
terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan bakar, yaitu
berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
6. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur,
dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam
batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh
terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara,
terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, di
samping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic
precipitator.
7. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coal
atau dust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus
untuk ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan
ukuran 50 milimeter.
8. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu.
Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai
standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang
sama.
Penutup
Pengetahuan tentang batubara dan manfaatnya, diharapkan tidak hanya dipandang
sebagai komoditas belaka saja, tapi yang lebih penting adalah batubara
merupakan salah satu sumber daya strategis bagi keamanan energi di dalam
negeri.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara yang
besar, yaitu sekitar 38,8 milyar ton dimana 70 persen merupakan batubara muda
dan 30 persen sisanya adalah batubara kualitas tinggi. Potensi ini hendaknya
disadari oleh segenap lapisan masyarakat sehingga pengelolaan batubara secara
optimal untuk kepentingan bangsa dapat terus dipantau dan diperhatikan
bersama-sama.
Bahan bacaan
1. JCOAL, Coal Science Handbook, Japan Coal Energy Center, 2005.
2. JCOAL, Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, Japan Coal Energy Center, 2004.
3. NEDO, Tankou Gijutsu Ippan Kenshuu You Kyouzai, 2003.
4. Sekitan no Kisou Chishiki, Sekitan Shigen Kaihatsu Kabushiki Kaisha.
5. Sukandarrumidi, Batubara dan Gambut, Gadjah Mada Univ. Press, 1995.
6. WCI, Coal Facts 2005, World Coal Institute, October 2005.
7. WCI, The Coal Resource, World Coal Institute, 2004.
8. WCI, The Role of Coal as an Energy Source, World Coal Institute, 2002.
9.Shigen Enerugi- Chou Sekitan Bu, Ko-ru No-to 1993 Nen Ban, Shigen Sangyou
Shinbunsha, 1993.
Imam Budi Raharjo, entrepreneur di bidang peralatan tambang batubara. Email:
imamharjo@yahoo.com
Sunday, October 2, 2011
BATUBARA INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri- industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah, salah satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya, pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan. Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik sekunder maupun primer.
2. SUMBERDAYA
Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi (Tabel 2.1).
3. KEBIJAKAN
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33% (Gambar 3.1), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :
1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional. 2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. 3) Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan
Sebagai Bahan Bakar Lain..
Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
a) Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
b) Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan).
c) Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain. d) Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang
dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology).
4. PRODUKSI,KONSUMSI,DANEKSPOR
4.1 Perkembangan Produksi
Perkembangan produksi batubara selama 13 tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata 15,68% pertahun. Tampak pada tahun 1992, produksi batubara sudah mencapai 22,951 juta ton dan selanjutnya pada tahun 2005 produksi batubara nasional telah mencapai 151,594 juta ton.
Perusahaan pemegang PKP2B merupakan produsen batubara terbesar, yaitu sekitar 87,79 % dari jumlah produksi batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 6,52 % dan BUMN sebesar 5,68 %.
Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri, yaitu rata-rata 72,11%, dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri (Gambar 4.1).
4.2 Perkembangan Konsumsi Dalam Negeri
Pemanfaatan batubara di dalam negeri meliputi penggunaan di PLTU, industri semen, industri kertas, industri tekstil, industri metalurgi, dan industri lainnya (Tabel 4.1).
4.2.1 PLTU
PLTU merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara. Tercatat dari seluruh konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71,11% di antaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLN maupun yang dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun.
Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir 2009.
4.2.2 Industri Semen
Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan pemakaian batubara pada industri semen berfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata naik sangat signifikan, yaitu 64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempat mengalami penurunan hingga 7,59%. Memasuki tahun 2004, kebutuhan batubara pada industri semen mengalami perubahan yang positif, yaitu 19,78% seiring perkembangan ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri. Tahun 2005, tercatat sekitar 17,04% kebutuhan batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen atau 5,77 juta ton.
4.2.3 Industri Tekstil
Industri tekstil memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM), oleh karena itu dengan melambungnya harga BBM, banyak yang beralih ke bahan bakar ke batubara, walaupun harus melakukan modifikasi terhadap boiler atau mengganti boiler yang baru berbahan bakar batubara.
Pada tahun 2003 jumlah perusahaan tekstil yang menggunakan bahan bakar batubara hanya 18 perusahaan saja, namun pada tahun 2006 sudah bertambah menjadi 224 perusahaan tersebar di Pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Barat. Kebutuhan batubaranya pun meningkat sangat signifikan, yaitu dari 274.150 ton pada tahun 2003 naik menjadi 3,07 juta ton pada tahun 2006.
4.2.4 Industri Kertas
Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubara dalam industri kertas digunakan sebagai bahan bakar dimana energi panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak air pada boiler sehingga menghasilkan uap yang diperlukan untuk memasak pulp (bubur kertas).
Perkembangan pemakaian batubara pada industri kertas selama kurun waktu 1998-2005 naik sangat signifikan, rata-rata 42,36%. Namun untuk waktu mendatang diperkirakan perkembangannya akan stabil pada kisaran 3,0 – 6,0 % per tahun. Pada tahun 2005, jumlah kebutuhan batubara untuk industri ini mencapai sekitar 2,207 juta ton.
4.2.5 Industri Metalurgi dan Industri Lainnya
Perkembangan kebutuhan batubara oleh industri metalurgi berfluktuasi, namun ada trend perkembangan yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi perusahaan yang mengalami turun naik. Tahun 1998 tercatat 144,907 ribu ton, meningkat hingga mencapai 236,802 ribu ton pada tahun 2002, namun kemudian menurun hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.
Di samping industri metalurgi, masih banyak industri lainnya yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam mendukung proses produksinya, antara lain industri makanan, kimia, pengecoran logam, karet ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat ada 21 perusahaan yang telah menggunakan batubara dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai 416.708 ton untuk tahun 2005.
4.2.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 – 2005, perkembangan briket batubara berfluktuatif, namun cenderung ada peningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506 ton pada tahun 2004 dan tertinggi pada mencapai 38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi BBM yang dapat disubstitusi briket batubara untuk IKM dan rumahtangga sebesar 12,32 juta ton, dan jumlah optimisnya sebesar 1,3 juta ton per tahun atau ekivalen dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per tahun. Kondisi pasar akan menentukan bagaimana prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai bahan alternative substitusi minyak tanah khususnya, bersama-masa dengan energi alternative lainnya seperti bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
4.2.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi nasional, adalah pengembangan teknologi batubara, dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown coal (UBC), gasifikasi, dan pencairan batubara. Direncanakan tidak lama lagi akan dirintis ke arah demo plant sebelum skala komersialisasi.
4.3 Perkembangan Ekspor
Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh booming harga dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan bahan bakar batubara, serta kran ekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkan Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan. Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 tercatat sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar 16,00%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar 95,36% dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN sebesar 2,52% dan KP sebesar 2,12%.
5. MASADEPAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
5.1Proyeksi Penyediaan-Permintaan (Supply-Demand)
Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik rata- rata 15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton.
Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU, industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumahtangga. Dalam kurun waktu 1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara tercatat 35,342 juta ton, di antaranya, 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,84% dikonsumsi industri semen, dan 6,43% dikonsimsi industri kertas. Dari karakteristik tersebut dan adanya rencana pemanfaatan
batubara melalui pengembangan teknologi UBC, gasifikasi, dan pencairan, maka diproyeksikan pada tahun 2025 kebutuhan batubara dalam negeri akan mencapai sekitar 191,130 juta ton.
Sedangkan dari trend ekspor batubara yang peningkatannya sangat signifikan sekitar 16,00% pertahun, maka pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 438 juta ton.
Kondisi tersebut tidak diharapkan, karena tidak sejalan dengan rencana pengembangan batubara Indonesia. Untuk tahun 2025, jumlah rencana produksi sebesar 318 miliar ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 214 miliar ton dan untuk memenuhi permintaan luar negeri sebesar 104 miliar ton.
Kunci perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada penjualan ke luar negeri. Sehingga agar rencana pengembangan batubara Indonesia dapat terealisasi, maka perlu membuat kebijakan pengendalian produksi melalui pembatasan penjualan ke luar negeri dan jaminan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri yang tercantum di dalam kontrak harus dilaksanakan.
5.2 Langkah-Langkah Yang Diperlukan
Dari hasil gambaran trend suppy-demand batubara nasional hingga tahun 2025 termasuk didalamnya permasalahan yang mungkin muncul, maka untuk memberikan dukungan terkait dengan pengembangan batubara dalam mencapai bauran energi pada tahun 2025 lebih besar dari 33% (214 juta ton), diperlukan langkah-langkah strategis meliputi :
a Sumber daya
␣ Melakukan upaya pencarian (inventarisasi) sumber daya dan cadangan batubara yang representatif dan secara berkelanjutan.
b. Pengusahaan
␣ Pendataan kontrak (jangka panjang, menengah, pendek, spot) perusahaan dengan konsumen luar negeri. Kemudian pelaku eksportir ditata secara konprehensif dan proporsional berdasarkan tingkat produksi dan kondisi kebutuhan di dalam negeri.
␣ Setiap pengajuan peningkatan tingkat produksi yang diajukan oleh perusahaan perlu disesuaikan dengan kebijakan bauran energi nasional.
c. Kebijakan/ Insentif
␣ Menetapkan batubara sebagai komoditi strategis. ␣ Mengubah komposisi penjualan dalam negeri dan ekspor yang saat ini 28 : 72, secara
bertahap hingga tercapai komposisi yang ideal sampai tahun 2025.
␣ Mendorong pengusahaan batubara peringkat rendah di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi melalui paket insentif, seperti penentuan tarif nilai bagi hasil (PKP2B) untuk batubara mutu rendah.
␣ Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program pembakaran langsung, pengembangan briket batubara, pencairan batubara, gasifikasi, up grading batubara, dan pengembangan Coal Bed Methane, dengan memperhatikan faktor lingkungan.
␣ Memberikan insentif bagi investor (penambangan dan pengolahan) yang mengembangkan UBC, pencairan, dan gasifikasi batubara, antara lain jaminan hasil produk dibeli oleh pihak pemerintah.
␣ Menetapkan nilai bagi hasil bagian pemerintah dari penambangan batubara mutu rendah dan tambang bawah tanah.
d. Insfrastruktur
␣ Untuk menunjang kelancaran distribusi batubara dari hulu hingga hilir perlu membangun dan mengembangkan prasarana transportasi seperti jaringan kereta api dan pelabuhan bongkar muat
␣ Mengembangkan pelabuhan bongkar, sarana angkutan, dan jalur distribusi, serta stock yard batubara yang dekat dengan sentra industri (konsumen) di wilayah Pulau Jawa yang merupakan konsumen terbesar di dalam negeri.
Dikompilasi oleh :
Tim Kajian Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara 2006
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
Adanya rencana pembangunan PLTU baru di dalam dan luar Pulau Jawa dengan total kapasitas 10.000 MW, meningkatnya produksi semen setiap tahun, dan semakin berkembangnya industri- industri lain seperti industri kertas (pulp) dan industri tekstil merupakan indikasi permintaan dalam negeri akan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan permintaan batubara dari negara-negara pengimpor mengakibatkan produksi akan semakin meningkat pula.
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP No.5 Tahun 2006 sebagai pembaruan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) tahun 1998. KEN mempunyai tujuan utama untuk menciptakan keamanan pasokan energi nasional secara berkelanjutan dan pemanfaatan energi secara efisien, serta terwujudnya bauran energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Untuk itu ketergantungan terhadap satu jenis sumber energi seperti BBM harus dikurangi dengan memanfaatkan sumber energi alternatif di antaranya batubara.
Untuk mendukung pencapaian sasaran bauran energi nasional yang dicanangkan pemerintah, salah satunya adalah melakukan kajian batubara secara nasional untuk mengetahui kondisi sumberdaya, pengusahaan, dan pemanfaatan batubara, serta permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan. Dan untuk mendukung kajian tersebut perlu melakukan terlebih dahulu membangun data base batubara nasional dari hasil pengumpulan data baik sekunder maupun primer.
2. SUMBERDAYA
Jumlah sumber daya batubara Indonesia tahun 2005 berdasarkan perhitungan Pusat Sumber Daya Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral adalah sebesar 61,366 miliar ton. Sumber daya batubara tersebut tersebar di 19 propinsi (Tabel 2.1).
3. KEBIJAKAN
Dalam kebijakan bauran energi nasional 2025, pemakaian batubara diharapkan mencapai 33% (Gambar 3.1), Pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang digunakan sebagai landasan di dalam kebijakan pengusahaan batubara, yaitu :
1) Kepmen ESDM No.1128 Tahun 2004, tentang Kebijakan Batubara Nasional. 2) Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. 3) Inpres No.2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan
Sebagai Bahan Bakar Lain..
Di dalam sasaran bauran energi nasional tersebut, batubara menempati urutan pertama di dalam penggunaan energi. Hal tersebut dikarenakan oleh :
a) Sumber daya batubara cukup melimpah, yaitu 61,3 miliar ton, dengan cadangan 6,7 miliar ton (Pusat Sumber Daya Geologi, 2005).
b) Dapat digunakan langsung dalam bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan).
c) Harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain. d) Teknologi pemanfaatan batubara yang ramah lingkungan telah berkembang pesat, yang
dikenal sebagai Teknologi Batubara Bersih (Clean Coal Technology).
4. PRODUKSI,KONSUMSI,DANEKSPOR
4.1 Perkembangan Produksi
Perkembangan produksi batubara selama 13 tahun terakhir telah menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, dengan kenaikan produksi rata-rata 15,68% pertahun. Tampak pada tahun 1992, produksi batubara sudah mencapai 22,951 juta ton dan selanjutnya pada tahun 2005 produksi batubara nasional telah mencapai 151,594 juta ton.
Perusahaan pemegang PKP2B merupakan produsen batubara terbesar, yaitu sekitar 87,79 % dari jumlah produksi batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang KP sebesar 6,52 % dan BUMN sebesar 5,68 %.
Perkembangan produksi batubara nasional tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan dalam negeri (domestik) dan luar negeri (ekspor) yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagian besar produksi tersebut untuk memenuhi permintaan luar negeri, yaitu rata-rata 72,11%, dan sisanya 27,89% untuk memenuhi permintaan dalam negeri (Gambar 4.1).
4.2 Perkembangan Konsumsi Dalam Negeri
Pemanfaatan batubara di dalam negeri meliputi penggunaan di PLTU, industri semen, industri kertas, industri tekstil, industri metalurgi, dan industri lainnya (Tabel 4.1).
4.2.1 PLTU
PLTU merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara. Tercatat dari seluruh konsumsi batubara dalam negeri pada tahun 2005 sebesar 35,342 juta ton, 71,11% di antaranya digunakan oleh PLTU. Hingga saat ini, PLTU berbahan bakar batubara, baik milk PLN maupun yang dikelola swasta, ada 9 PLTU, dengan total kapasitas saat ini sebesar 7.550 MW dan mengkonsumsi batubara sekitar 25,1 juta ton per tahun.
Berdasarkan data dalam kurun waktu 1998-2005, Penggunaan batubara di PLTU untuk setiap tahunnya meningkat rata-rata 13,00%. Hal tersebut sejalan dengan penambahan PLTU baru sebagai dampak permintaan listrik yang terus meningkat rata-rata 7,67% per tahun.
Namun demikian, sejak tahun 2003 krisis energi listrik nasional sudah mulai terasa sebagai dampak dari ketidakseimbangan antara penyediaan dan permintaan. Dalam upaya mengantisipasi kekurangan listrik dan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian BBM secara nasional, pemerintah merencanakan percepatan pembangunan PLTU berbahan bakar listrik 10.000 MW hingga akhir 2009.
4.2.2 Industri Semen
Selama delapan tahun terakhir ini, perkembangan pemakaian batubara pada industri semen berfluktuasi. Antara tahun 1998-2001, pemakaian batubara rata-rata naik sangat signifikan, yaitu 64,03%, namun pada tahun 2002 dan 2003 sempat mengalami penurunan hingga 7,59%. Memasuki tahun 2004, kebutuhan batubara pada industri semen mengalami perubahan yang positif, yaitu 19,78% seiring perkembangan ekonomi yang mulai membaik di dalam negeri. Tahun 2005, tercatat sekitar 17,04% kebutuhan batubara dalam negeri digunakan oleh industri semen atau 5,77 juta ton.
4.2.3 Industri Tekstil
Industri tekstil memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM), oleh karena itu dengan melambungnya harga BBM, banyak yang beralih ke bahan bakar ke batubara, walaupun harus melakukan modifikasi terhadap boiler atau mengganti boiler yang baru berbahan bakar batubara.
Pada tahun 2003 jumlah perusahaan tekstil yang menggunakan bahan bakar batubara hanya 18 perusahaan saja, namun pada tahun 2006 sudah bertambah menjadi 224 perusahaan tersebar di Pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Barat. Kebutuhan batubaranya pun meningkat sangat signifikan, yaitu dari 274.150 ton pada tahun 2003 naik menjadi 3,07 juta ton pada tahun 2006.
4.2.4 Industri Kertas
Seperti halnya pada perusahaan tekstil, batubara dalam industri kertas digunakan sebagai bahan bakar dimana energi panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak air pada boiler sehingga menghasilkan uap yang diperlukan untuk memasak pulp (bubur kertas).
Perkembangan pemakaian batubara pada industri kertas selama kurun waktu 1998-2005 naik sangat signifikan, rata-rata 42,36%. Namun untuk waktu mendatang diperkirakan perkembangannya akan stabil pada kisaran 3,0 – 6,0 % per tahun. Pada tahun 2005, jumlah kebutuhan batubara untuk industri ini mencapai sekitar 2,207 juta ton.
4.2.5 Industri Metalurgi dan Industri Lainnya
Perkembangan kebutuhan batubara oleh industri metalurgi berfluktuasi, namun ada trend perkembangan yang meningkat sejalan dengan kondisi produksi perusahaan yang mengalami turun naik. Tahun 1998 tercatat 144,907 ribu ton, meningkat hingga mencapai 236,802 ribu ton pada tahun 2002, namun kemudian menurun hingga 112,827 ribu ton tahun 2005.
Di samping industri metalurgi, masih banyak industri lainnya yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam mendukung proses produksinya, antara lain industri makanan, kimia, pengecoran logam, karet ban, dan lainnya. Di Propinsi Banten dan Jawa Barat ada 21 perusahaan yang telah menggunakan batubara dengan total kebutuhan diperkirakan mencapai 416.708 ton untuk tahun 2005.
4.2.6 Briket Batubara
Dari data tahun 1998 – 2005, perkembangan briket batubara berfluktuatif, namun cenderung ada peningkatan. Konsumsi terendah sebesar 23.506 ton pada tahun 2004 dan tertinggi pada mencapai 38.302 ton tahun 1999. Pada sisi lain potensi konsumsi BBM yang dapat disubstitusi briket batubara untuk IKM dan rumahtangga sebesar 12,32 juta ton, dan jumlah optimisnya sebesar 1,3 juta ton per tahun atau ekivalen dengan 936.000 kilo liter minyak tanah per tahun. Kondisi pasar akan menentukan bagaimana prospek perbriketan batubara di Indonesia sebagai bahan alternative substitusi minyak tanah khususnya, bersama-masa dengan energi alternative lainnya seperti bahan bakar nabati (biofuel) dan LPG.
4.2.7 Upgrading Brown Coal, Gasifikasi, dan Pencairan Batubara
Terkait dengan upaya ketahanan bauran energi nasional, adalah pengembangan teknologi batubara, dimana skala pilot plantnya dikembangkan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) meliputi antara lain upgrading brown coal (UBC), gasifikasi, dan pencairan batubara. Direncanakan tidak lama lagi akan dirintis ke arah demo plant sebelum skala komersialisasi.
4.3 Perkembangan Ekspor
Kebutuhan batubara dunia saat ini ternyata meningkat sangat cepat, antara lain dipicu oleh booming harga dan semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar negeri yang menggunakan bahan bakar batubara, serta kran ekspor China ditutup. Hal ini yang mengantarkan Indonesia sebagai pemasok (eksportir) terbesar pada tahun ini menyaingi Australia dan Afrika Selatan. Ekspor batubara Indonesia pada tahun 1992 hanya sebesar 16,288 juta ton, sedangkan pada tahun 2005 tercatat sebesar 106,767 juta ton. Ini berarti volume ekspor rata-rata naik sebesar 16,00%. Perusahaan pemegang PKP2B merupakan eksportir batubara terbesar, yaitu sekitar 95,36% dari jumlah ekspor batubara Indonesia, diikuti oleh pemegang BUMN sebesar 2,52% dan KP sebesar 2,12%.
5. MASADEPAN
Pada masa mendatang, produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat; tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestik), tetapi juga untuk memenuhi permintaan luar negeri (ekspor). Hal ini mengingat sumber daya batubara Indonesia yang masih melimpah, di lain pihak harga BBM yang tetap tinggi, menuntut industri yang selama ini berbahan bakar minyak untuk beralih menggunakan batubara.
5.1Proyeksi Penyediaan-Permintaan (Supply-Demand)
Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik rata- rata 15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan (trend) tersebut di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton.
Dari sisi konsumsi, hingga saat ini segmen pasar batubara di dalam negeri meliputi PLTU, industri semen, industri menengah hingga industri kecil dan rumahtangga. Dalam kurun waktu 1998-2005, konsumsi batubara di dalam negeri berkembang 13,29%. Kondisi saat ini (2005) konsumsi batubara tercatat 35,342 juta ton, di antaranya, 71,11% dikonsumsi PLTU, 16,84% dikonsumsi industri semen, dan 6,43% dikonsimsi industri kertas. Dari karakteristik tersebut dan adanya rencana pemanfaatan
batubara melalui pengembangan teknologi UBC, gasifikasi, dan pencairan, maka diproyeksikan pada tahun 2025 kebutuhan batubara dalam negeri akan mencapai sekitar 191,130 juta ton.
Sedangkan dari trend ekspor batubara yang peningkatannya sangat signifikan sekitar 16,00% pertahun, maka pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 438 juta ton.
Kondisi tersebut tidak diharapkan, karena tidak sejalan dengan rencana pengembangan batubara Indonesia. Untuk tahun 2025, jumlah rencana produksi sebesar 318 miliar ton untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebesar 214 miliar ton dan untuk memenuhi permintaan luar negeri sebesar 104 miliar ton.
Kunci perbedaan dari kedua proyeksi tersebut terletak pada penjualan ke luar negeri. Sehingga agar rencana pengembangan batubara Indonesia dapat terealisasi, maka perlu membuat kebijakan pengendalian produksi melalui pembatasan penjualan ke luar negeri dan jaminan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri yang tercantum di dalam kontrak harus dilaksanakan.
5.2 Langkah-Langkah Yang Diperlukan
Dari hasil gambaran trend suppy-demand batubara nasional hingga tahun 2025 termasuk didalamnya permasalahan yang mungkin muncul, maka untuk memberikan dukungan terkait dengan pengembangan batubara dalam mencapai bauran energi pada tahun 2025 lebih besar dari 33% (214 juta ton), diperlukan langkah-langkah strategis meliputi :
a Sumber daya
␣ Melakukan upaya pencarian (inventarisasi) sumber daya dan cadangan batubara yang representatif dan secara berkelanjutan.
b. Pengusahaan
␣ Pendataan kontrak (jangka panjang, menengah, pendek, spot) perusahaan dengan konsumen luar negeri. Kemudian pelaku eksportir ditata secara konprehensif dan proporsional berdasarkan tingkat produksi dan kondisi kebutuhan di dalam negeri.
␣ Setiap pengajuan peningkatan tingkat produksi yang diajukan oleh perusahaan perlu disesuaikan dengan kebijakan bauran energi nasional.
c. Kebijakan/ Insentif
␣ Menetapkan batubara sebagai komoditi strategis. ␣ Mengubah komposisi penjualan dalam negeri dan ekspor yang saat ini 28 : 72, secara
bertahap hingga tercapai komposisi yang ideal sampai tahun 2025.
␣ Mendorong pengusahaan batubara peringkat rendah di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan energi melalui paket insentif, seperti penentuan tarif nilai bagi hasil (PKP2B) untuk batubara mutu rendah.
␣ Meningkatkan diversifikasi pemanfaatan batubara melalui program pembakaran langsung, pengembangan briket batubara, pencairan batubara, gasifikasi, up grading batubara, dan pengembangan Coal Bed Methane, dengan memperhatikan faktor lingkungan.
␣ Memberikan insentif bagi investor (penambangan dan pengolahan) yang mengembangkan UBC, pencairan, dan gasifikasi batubara, antara lain jaminan hasil produk dibeli oleh pihak pemerintah.
␣ Menetapkan nilai bagi hasil bagian pemerintah dari penambangan batubara mutu rendah dan tambang bawah tanah.
d. Insfrastruktur
␣ Untuk menunjang kelancaran distribusi batubara dari hulu hingga hilir perlu membangun dan mengembangkan prasarana transportasi seperti jaringan kereta api dan pelabuhan bongkar muat
␣ Mengembangkan pelabuhan bongkar, sarana angkutan, dan jalur distribusi, serta stock yard batubara yang dekat dengan sentra industri (konsumen) di wilayah Pulau Jawa yang merupakan konsumen terbesar di dalam negeri.
Dikompilasi oleh :
Tim Kajian Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara 2006
Subscribe to:
Posts (Atom)